Mata Kuliah : Psikologi Olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi
gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi
terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bab berikut tentang apa definisi
emosi, dampak emosi dalam olahraga.
1.2 Rumusan masalah
Dari
latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa
definisi emosi?
2.Apa
faktor penyebab emosi?
3.Pengaruh-pengaruh
negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga?
4.Pengendalian
emosi kunci meraih prestasi?
1.3 Tujuan
Dari
rumusan masalah diatas dapat ditarik tujuan sebagai berikut:
1.Untuk
mengetahui apa definisi emosi.
2.Untuk
mengetahui faktor penyebab emosi.
3.Untuk
mengetahui pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga.
4.Untuk
mengetahui bagaimana pengendalian emosi kunci meraih prestasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi emosi
Kata
emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi
gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi
terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi
berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat
mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates.
Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow
(sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB
Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan),
Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan
beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu
:
a.
Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b.
Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c.
Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada,
tidak tenang, ngeri
d.Kenikmatan
: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e.
Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kemesraan, kasih
f.
Terkejut : terkesiap, terkejut
g.
Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h.
malu : malu hati, kesal
Seperti
yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang
ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang
kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai
kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik
akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan
kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak
terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya
bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi
dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut
Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam
menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam
permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap
individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan
tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu
perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku
terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
2.2 Faktor penyebab emosi
Pengaruh-pengaruh
negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain :
a. Gelisah
Gelisah
adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih
ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan
dimulai. Rasa gelisah akan timbul apabila seseorang itu belum mengalami sendiri
apa yang akan dilakukan ataupun adanya persaan sentimen, kebingngan atau
ketidak pastian. Rasa gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala
penyebab datanngnya rasa gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda
pelaksanaanya.
Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah
dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap
positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
1.
Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya
kegelisahan secara jelas.
2.
Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling
ringan sampai yang terburuk.
3.
Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya
terjadi dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri
sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
4. Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah
serta percaya pada kemampuan diri sendiri.
Dengan cara –cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para
olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
b. Takut
Hampir
semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan . Takut biasanya
berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya
terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang akan berbekas sepanjang
hidup.Takut banyak macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian,
takut jika berada di depan orang banyak, takut akan timbulnya cidera dan
sebagainya.
Kegelisahan
yang menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak
mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut dapat memberi pengaruh
yang negatif atau yang positif terhadap perkembanagan kepribadian seseorang.
Dalam batas-batas yang normal rasa takut akan memberi pengaruh yang positif,
karena dengan rasa takut tadi, orang akan lebih berhati-hati terahadap apa yang
mereka takuti,misalnya saja dia jadi lebih siap atau sebaliknya mungkin dia
lebih menghindari.
Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan.
Misalnya seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam
pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya,
akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah ya biar”. Usaha yang kira-kira
dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan nilai,cenderung untuk tidak
dilaksanakan , karena dianggap terlalu menghabiskan tenaga di samping juga
sikap berhati-hati menjadi berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha
untuk mencari kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama sekali
tidak berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu banyak
perhitungan yang kadang-kadang tidak diperlukan.Akibatnya orang tersebut tidak
pernah mau mencoba dan berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul.
Pada
kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh orang-orang yang
justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya tunduk kepada kehendak
oerang yang sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang orang tua yang tidak mau
sulit-sulit lebih cenderung untuk menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut
lebih mudah dikuasai sesuai dengan tujuan orang yang menakut-nakuti
tersebut.Meskipun pada mulanya menakut-nakuti itu hanya bertujuan agar si anak
tunduk kepada perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk
disembuhkan, sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.
Yang
paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak ditanamkan ,
tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai berapa
jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau salah akan menjadi hoby.
Dalam
dunia olahraga,rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik, karena
dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari
kekalahan.Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan
tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi
jangan sekali-kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan
rasa takut.
Menurut
beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield College
mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain diajukan
beberapa pendapat sebagai berikut: Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab
terjadinya rasa takut. Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara
sedikit demi sedikit. Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti
dengan membuat perencanaan yang pasti dan taktik yang tepat guna. Menguji dan
menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi ketakutan-ketakutan.
Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng ditakuti
(adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal problemnya).
Menanamkan
keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota (berdiskusi
secara bersama-sama). Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak
pengalaman selalu memberikan pertolongan kepada yang muda-muda. Meningkatkan
kekuatan dan keterampilan (skill). Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan
rasa takut. Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang
ditakutkan itu telah dilakukan.
c. Marah
Marah
dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan
mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai
angkara murka dan mengamuk.Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin
cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini
bisa-bisa perubahan psikologis akan menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan pelakuan
kasar dari sang pemarah.
Walau
bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan sendirinya Ia
merupakan respon dari seseorang ketika mendapat ancaman, hal yang membahayakan,
kekerasan verbal, perlakuan tidak adil, kebohongan dan manipulasi oleh orang
lain. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang dimiliki
telah terganggu atau terancam. Secara internal, marah bisa terjadi ketika
menghadapi masalah-masalah pribasi, mengingat peristiwa yang sangat mengganggu
pikiran, kekecewaan pada situasi lingkungan, kurang percaya diri,dsb. Sementara
secara eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak pribadinya diperlakukan
tidak adil dan mendapat ancaman.
Karena sifat marah memerlukan spontanitasdan ditujukan dalam bentuk-bentuk
agresifitas,maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat
spontanitas dan mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi
kemarahan itu dengan usaha-usaha yang positif.Kalau olahraga yang dapat
time-out lebih baik diambil time out dulu agar spontanitas kemarahan itu
tertunda pelaksanaannya.Meskipun hanya beberapa detik,biasanya sudah cukup
untuk mengurangi derajat kemarahan.Kadang-kadang seseorang yang marah dapat
mengurangi kemarahannyadengan mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali
dengan menghitung sampai beberapa puluh atau menghadapi kemarahan itu dengan
senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh untuk mengurangi kemarahan
tersebut.
Dalam
pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan sumber dari kemarahan,
sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan lawan adalah disengaja dengan
harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi akibatnya dia ingin tetap
bermain keras yang dapat mengakibatkan banyaknya energi yang dikeluarkan
sehingga pada suatu saat dia akan kehabisan tenaga dan akan mudah
dikalahkan.Hal-hal seperti tersebut di atas harus disadari,dimengerti dan
dikenali oleh para olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat lawan
untuk menjadi marah.Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar
biasa,tetapi jangan sampai mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam
menyalurkan timbulnya tenaga tersebut.Memanfaatkan tenaga tambahan itu, untuk
usaha-usaha yang produktif. Untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat
ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari bagaimana cara merendahkan kemarahan
yang terjadi. Hal ini dapat diusahakan dengan cara:
Menghambat
spontannitas tindak kemarahan
Mengurangi
agresifitas tindakan
Menanggapi
kemaran dengan usaha-usaha yang positif.
Melupakan
atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan
2.3 Pengendalian Emosi Kunci Meraih Prestasi
Anthony
Dio Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio Book
Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa kesuksesan itu ditentukan oleh
visi, imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain.
Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang begitu saja terjadi
dalam hidup kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang,
benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya
sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada kita.
Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, mendivinisikan emosi
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis
dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan
Anthony Robbins dalam Awaken the Giant Within menunjuk emosi sebagai sinyal untuk
melakukan suatu tindakan.
Di
sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru
sinyal untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif,
yaitu kita melakukan tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya
kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau emosi karena kejadian yang
terjadi pada kita. Padahal sesungguhnya kemampuan kita dalam mengendalikan dan
mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau
kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.
Sejak
diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel
Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan
intelektual (IQ) semata kepada kecerdasan emosional. Dan tahukah anda bahwa
kesuksesan seseorang itu 80% ditentukan oleh EQ ketimbang IQ.
Emosinya
merupakan sumber kekuatan yang sangat dahsyat maka sebenarnya kelemahannya
merupakan kekuatannya, tentu dengan catatan jika dia dapat mengelolanya dengan
baik.
Lantas timbul satu pertanyaan, bagaimana mengelola emosi? Dr. Patricia Patton
dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk mampu mengatur emosi
adalah dengan cara belajar.
1.Belajar mengidentifikasikan apa saja yang bisa memicu emosi kita dan respon
apa yang biasa kita berikan.
2.Belajar dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang
dapat memberikan pengaruh dan yang tak dapat memberikan pengaruh pada diri
kita.
3.Belajar
selalu bertanggung jawab pada setiap tindakan kita.
4.Belajar
mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk
menyelesaikan masalah.
5.Belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.
Kelima
hal inilah yang apabila kita pelajari akan memudahkan diri kita dalam menjalin
hubungan dengan orang lain.
Dengan
kelima hal inilah maka dengan mudah kita mampu mengendalikan emosi itu. Kita
mampu mengelola emosi itu sehingga bisa kita endapkan dalam hati. Jika kita
mampu mengelolanya maka jadilah emosi itu sebagai energi untuk memajukan diri.
Contohnya, seorang Peter Gade yang mampu mengelola emosinya, menggunakan
semangat dari kemarahan karena sering disepelekan karena usianya yang sudah
tua) menjadi pemicunya dalam mengejar prestasi sehingga dia bisa membuktikan
kalau dia bukan si pecundang tua yang dapat disepelekan dalam TUC kemarin.
Tetapi
yang tak boleh dilupakan, sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa
menghindarkan diri untuk berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam hal ini
dengan kemampuan menggunakan emosi sebagai pembawa informasi, kita bisa melihat
sisi, kadar intensitas emosi orang lain yang muncul dari komunikasi
non-formalnya, berupa ekspresi, tekanan nada suara, gerakan ataupun bahasa
tubuh yang dipakainya. Jika kita mampu membaca bahasa-bahasa itu maka bisa
diupayakan tindakan kontra reaksi dari emosi orang tersebut.
Umpamanya,
jika kita lihat ada gejala mitra atau lawan bicara kita kurang suka, maka kita
antisipasi dengan dengan berbicara yang bersifat menetralkan perasaan orang
tersebut. Setelah kita pahami masalah emosi diri maupun emosi orang lain, maka
secara mudah kita menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Sehingga
diharapkan muncul pribadi yang menyenangkan. Seseorang yang memiliki kecerdasan
emosi yang baik akan peka terhadap situasi apapun yang sedang terjadi,
serhingga dengan mudah menyiapkan strategi kontra situasi terhadap suatu
konflik yang ada.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi
gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi
terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Pengaruh-pengaruh
negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain :
a.Gelisah
b.Takut
c.Marah
Anthony Dio Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio
Book Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa kesuksesan itu ditentukan oleh
visi, imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain.
Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel
Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan
intelektual (IQ) semata kepada kecerdasan emosional. Dan tahukah anda bahwa
kesuksesan seseorang itu 80% ditentukan oleh EQ ketimbang IQ.
Emosinya
merupakan sumber kekuatan yang sangat dahsyat maka sebenarnya kelemahannya
merupakan kekuatannya, tentu dengan catatan jika dia dapat mengelolanya dengan
baik.
Lantas timbul satu pertanyaan, bagaimana mengelola emosi? Dr. Patricia Patton
dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk mampu mengatur emosi
adalah dengan cara belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
file:///H:/Psikologi%20olahraga/emosi.htm
file:///H:/Psikologi/psikologi...htm